Bireuen – Ulama muda
Aceh, Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb meminta
seluruh elemen masyarakat, termasuk para
penguasa di Aceh agar menjadikan kekuasaan di level apapun yang dimiliki oleh
siapapun dan kelompok mana pun sebagai sarana pengabdian untuk Islam. Baik kekuasaan
atau kekuatan yang dimiliki oleh para pengusaha, para politisi, para akademisi,
dan setiap tokoh atau pribadi lainnya.
“Para penguasa di level apapun hendaknya menjadikan
kekuasaan untuk memperkuat Islam, dan jadikan Islam untuk fondasi kekuasaan. Kekuatan
Islam harus menjadi kekuatan bangsa, dan kekuatan bangsa menjadi kekuatan Islam,
“ ujar Tu Sop yang merupakan pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb Kab.
Bireuen ini, Sabtu, (21/10).
Sebab, kata Tu Sop, semuanya
punya tanggung jawab masing-masing yang akan dipertanyakan kelak nanti di
akhirat. Islam adalah segalanya bagi umat Islam, bagi dunia dan akhirat mereka.
Masa kejayaan Aceh, kata Tu Sop, ditandai dengan dominasi Islam dalam kekuasaan
lewat pengaruh dan keberhasilan dakwah para ulama.
“Saat kekuasan hadir
menjadi kekuatan Islam, maka hasil dan pencapaiannya akan lebih besar ketimbang
hasil yang diraih dengan hanya mengandalkan ilmu dan pendidikan, “ kata Tu Sop.
Sebagai contoh, kata Tu
Sop, secara keilmuan, perintah menutup aurat tidak pernah berhenti dilakukan. Akan
tetapi, hasilnya tetap terbatas. Namun, setelah atau jika kekuasan hadir untuk
menggerakan perintah tutup aurat, maka semakin banyak yang menutup aurat jika
dibanding masa lalu, seperti yang bisa kita saksikan selama ini. Artinya,
tambah Tusop, fenomena ini merupakan keberhasilan dan pengaruh kekuasaan.
Maka, terlindung dan
tidaknya agama ini sangat tergantung sampai dimana komitmen kekuasaan untuk
melindunginya. Saat kekuasaan melepaskan diri dari agama, niscaya agama akan
menjadi telanjang tanpa perlindungan, dan kekuasaan akan rusak tanpa bisa diselamatkan
oleh agama.
Oleh sebab itulah, kata
Tu Sop, sebuah kekuasaan harus bermanfaat untuk agama, dan agama menjadi penguat bagi kekuasaan yang
selaras dengan nilai-nilai Islam. Dan masing-masing umat Islam harus bergerak dengan
posisi masing-masing tanpa saling menyalahkan karena ini merupakan tanggung
jawab semua pihak.
“Dua-duanya harus saling memperkuat. Sebab, agenda
kolonialisasi dan kapitalisme yang menghancurkan umat Islam sering kali terjadi
dan dimulai dengan pemisahan agama dengan kehidupan. Efeknya, saat agama
dipisahkan dari kekuasaan maka kekuasaan akan dikuasai oleh kekuatan lain yang
anti agama,“ tambah Tu Sop.
Kalau dipisahkan, kata
Tu Sop, maka akan melahirkan orang-orang yang tidak beragama menjadi penguasa
dan politisi. Sebagai contoh, kata Tu Sop, saat agama dipisahkan dari ekonomi,
maka ekonomi akan menjadi kekuatan yang berada di tangan orang lain yang akan
menghancurkan perekonomian umat Islam. Begitu juga dalam hal politik, kalau
para politisi tidak mengabdi untuk Islam, maka kekuasaan akan berubah menjadi
penghancur bagi eksistensi Islam.
“Itulah mengapa dulu
bangsa kolonialis mengampanyekan sekulerisme di tengah-tengah muslim. Sebab,
mereka paham bahwa dengan memisahkan politik dengan agama maka mereka akan berhasil
memisahkan para politisi atau penguasa dari agamanya sehingga terjadilah
berbagai kehancuran, “ ujar Tu Sop.
Oleh sebab itu, untuk
level Aceh, kata Tu Sop, para penguasa, politisinya maupun elemen masyarakat
lainnya hendaklah mengabdi untuk Islam.
‘Buatlah kebijakan-kebijakan
yang menguntungkan Islam. Jadilah teladan dalam pengamalan Islam supaya ummat
ini selamat dunia dan akhirat, “ pungkas Tu Sop. [zul]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar