Oleh
Muhajir
Tahun 2017, Aceh dan sebagian
besar kabupaten/kotanya akan menggelar pesta rakyat. Pesta demokrasi yang akan
diselenggarakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan nasional, pilkada
serentak tahap II yang akan digelar di 7 provinsi dan 94 kabupaten/kota
se- Indonesia.
Kontestan-kontestan yang
mengikuti pilkada di Aceh pun sudah mulai bermunculan seperti jamur di musim
hujan. Mulai dari calon untuk Aceh satu hingga calon untuk memimpin tingkat
kabupaten/kota.
Tu Sop, tokoh intelektual agama
di Aceh yang bernama lengkap H Muhammad Yusuf A Wahab disebutkan akan mengambil
bagian dalam perhelatan pesta akbar tersebut. Di depan masyarakat Jeunieb
tepatnya di komplek Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Senin 9 Mei 2016,
beliau menyatakan diri untuk merebut kursi kepemimpinan di kabupaten yang
terbentuk pada tahun 1999 setelah mekar dari kabupaten Aceh Utara.
Kehadiran Tu Sop di pentas
perpolitikan kabupaten Bireuen bertujuan untuk menyampaikankepada umat,
khususnya masyarakat Bireuen, bahwa dunia politik tidak bisa dipisahkan dari
agama.
Memperbaiki semua yang bisa
diperbaiki, tanpa menunggu bisa memperbaiki semua merupakan niatan awal dari
tokol intelektual agama di Aceh untuk menduduki kursi kepemimpinan.
Mengubah Warna Perpolitikan Aceh
Perpolitikan Aceh yang saat ini
cenderung dikuasai oleh eks kombatan pejuang kemerdekaan Aceh, terlihat masih
banyak kekurangan. Kepemimpinan mereka yang terkesan lebih mementingkan
kelompok sendiri membuat pembangunan tidak merata. Sehingga kesejahteraan
masyarakat pun masih jauh dari harapan.
Kondisi ini akhirnya menggugah
berbagai kalangan unjuk diri. Dari kalangan birokrat kita bisa melihat Tarmizi
A. Karim yang menyatakan diri siap merebut kursi Aceh satu. Untuk kalangan
akademisi kita melihat ada Prof Adjunct Marniati, S.E., M.Kes, Rektor
Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) Banda Aceh yang ingin merebut kursi Banda
Aceh Satu. Kalangan intelektual agama juga tak ketinggalan seperti Tu Sop yang
siap bersaing merebut BL 1 Z.
Kehadiran berbagai kalangan pasti
akan membawa angin segar bagi perpolitikan di Aceh. Namun kehadiran Tu Sop yang
merupakan tokoh intelektual agama di Aceh, saya melihat ada keistimewaan
tersendiri dalam dunia perpolitikan Aceh nantinya.
Betapa tidak, Tu Sop yang sudah
dikenal sebagai salah seorang tokoh Intelektual agama penting di Aceh disamping
tokoh lain seperti Tu Min (Tgk H Muhammad Amin), Abu Mudi (Tgk H Hasanoel
Basri), Abu Kuta Krueng (Tgk H Usman Kuta Krueng) dan beberapa tokoh lain.
Namun beliau berani mengambil keputusan untuk terjun ke politik praktis.
Walau keputusannya terjun ke
dunia politik ada yang mencibirkan dan mencemoohkan, namun kehadiran Tu Sop,
saya melihat akan ada perubahan besar bagi Aceh, bukan hanya sebatas untuk
Bireuen saja.
Tu Sop yang saat ini lebih kenal
dikenal sebagai pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb yang sering
mengisi pengajian seperti baru-baru ini beliau menjadi pemateri di pengajian
Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak
Jeulingke, Banda Aceh.
Sejatinya beliau juga tokoh yang
peduli terhadap perekonomian. Di bawah bendera Yadara (Yayasan Dayah
Bersaudara) Tu Sop menjadi penggerak utama di yayasan tersebut. Yayasan yang
dideklerasikan pada tahun 2006 tersebut, salah satu mempunyai usaha air mineral
yang dilabeli dengan nama Ie Yadara yang sebagian besar dipasarkan di
kabupaten Bireuen.
Walaupun Tu Sop bukanlah tokoh
pertama dari kalangan intelektual agama yang terjun ke dunia politik,
sebelumnya tahun 2012 Abu Lam Pisang (Tgk Ahmad Tajuddin) juga meramaikan bursa
perebutan Aceh satu.
Namun demikian kehadiran Tu Sop di kancah perpolitikan
Aceh diharapkan bisa menggugah minat para tokoh intelektual agama di Aceh
lainnya agar mahu mengambil resiko terjun ke dunia politik praktis demi
mewujudkan perubahan bagi Aceh.
Selain itu kehadiran Tu Sop juga
diharapkan bisa mengubah pola pikir para intelektual agama di Aceh. Dimana
pengetahuan umum dan belajar bahasa asing terutama bahasa internasional seperti
bahasa Inggris, Mandarin dan bahasa lainnya juga menjadi bahan ajar di dunia
dayah dibarengi dengan belajar ilmu agama.
Karena Dayah dengan kekuatan yang
dimilikinya, saya yakin akan mampu mengubah kondisi Aceh jika para
intelektualnya tidak lagi mengekang diri atas nama menjaga martabat untuk ikut
membenahi Aceh dengan terjun ke dunia politik.
Namun jika kehadiran Tu Sop hanya
sendiri tanpa adanya dukungan dari tokoh intelektual agama lainnya, itu tiada
berguna sedikitpun bagi Aceh. Ibarat menabur garam di lautan.
Jika Tu Sop hadir di kancah
politik untuk memperbaiki semua yang bisa diperbaiki, tanpa menunggu bisa
memperbaiki semua. Maka melakukan itu, Tu Sop harus bisa mengajak para tokoh
intelektual agama lain untuk terjun bersama-sama agar dunia politik bisa
menjadi sebuah kekuatan yang memperkuat misi-misi Islam.
Kesanggupan Tu Sop yang
menyatakankan diri siap menjadi bakal calon Bupati Bireuen pun diharapkan
beliau juga siap dan sanggup mengajak tokoh lain merebut kursi kepemimpinan
baik itu Aceh satu maupun kepemimpinan di tiap kabupaten/kota yang ada di
Aceh. Saya rasa, langkah ini akan didukung oleh masyarakat Aceh.
Karena tindakan tersebut
benar-benar bisa mengubah Aceh. Kekuatan berjamaah akan lebih bermanfaat
dibandingkan seorang diri Tu Sop saja. Ini bukanlah seperti menabur garam di
lautan melainkan menyalakan lilin di tengah kegelapan. Wallahu ‘alam...[]
*Muhajir, aktif di ASHaF (Alumni
Sekolah Hamzah Fansuri)
Dikutip dari portalsatu.com. Link: http://portalsatu.com/berita/tu-sop-dan-warna-perpolitikan-aceh-ke-depan-11530
Tidak ada komentar:
Posting Komentar