Selasa, 30 Agustus 2016

[Testimoni Publik] Tu Sop dan Warna Perpolitikan Aceh ke Depan

Oleh Muhajir
Tahun 2017, Aceh dan sebagian besar kabupaten/kotanya akan menggelar pesta rakyat. Pesta demokrasi yang akan diselenggarakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan nasional, pilkada serentak tahap II  yang akan digelar di 7 provinsi dan 94 kabupaten/kota se- Indonesia.
Kontestan-kontestan yang mengikuti pilkada di Aceh pun sudah mulai bermunculan seperti jamur di musim hujan. Mulai dari calon untuk Aceh satu hingga calon untuk memimpin tingkat kabupaten/kota.
Tu Sop, tokoh intelektual agama di Aceh yang bernama lengkap H Muhammad Yusuf A Wahab disebutkan akan mengambil bagian dalam perhelatan pesta akbar tersebut. Di depan masyarakat Jeunieb tepatnya di komplek Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Senin 9 Mei 2016, beliau menyatakan diri untuk merebut kursi kepemimpinan di kabupaten yang terbentuk pada tahun 1999 setelah mekar dari kabupaten Aceh Utara.

Kehadiran Tu Sop di pentas perpolitikan kabupaten Bireuen bertujuan untuk menyampaikankepada umat, khususnya masyarakat Bireuen, bahwa dunia politik tidak bisa dipisahkan dari agama.
Memperbaiki semua yang bisa diperbaiki, tanpa menunggu bisa memperbaiki semua merupakan niatan awal dari tokol intelektual agama di Aceh untuk menduduki kursi kepemimpinan.

Mengubah Warna Perpolitikan Aceh

Perpolitikan Aceh yang saat ini cenderung dikuasai oleh eks kombatan pejuang kemerdekaan Aceh, terlihat masih banyak kekurangan. Kepemimpinan mereka yang terkesan lebih mementingkan kelompok sendiri membuat pembangunan tidak merata. Sehingga kesejahteraan masyarakat pun masih jauh dari harapan.

Kondisi ini akhirnya menggugah berbagai kalangan unjuk diri. Dari kalangan birokrat kita bisa melihat Tarmizi A. Karim yang menyatakan diri siap merebut kursi Aceh satu. Untuk kalangan akademisi kita melihat ada Prof Adjunct Marniati, S.E., M.Kes, Rektor Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) Banda Aceh yang ingin merebut kursi Banda Aceh Satu. Kalangan intelektual agama juga tak ketinggalan seperti Tu Sop yang siap bersaing merebut BL 1 Z.

Kehadiran berbagai kalangan pasti akan membawa angin segar bagi perpolitikan di Aceh. Namun kehadiran Tu Sop yang merupakan tokoh intelektual agama di Aceh, saya melihat ada keistimewaan tersendiri dalam dunia perpolitikan Aceh nantinya.

Betapa tidak, Tu Sop yang sudah dikenal sebagai salah seorang tokoh Intelektual agama penting di Aceh disamping tokoh lain seperti Tu Min (Tgk H Muhammad Amin), Abu Mudi (Tgk H Hasanoel Basri), Abu Kuta Krueng (Tgk H Usman Kuta Krueng) dan beberapa tokoh lain. Namun beliau berani mengambil keputusan untuk terjun ke politik praktis.

Walau keputusannya terjun ke dunia politik ada yang mencibirkan dan mencemoohkan, namun kehadiran Tu Sop, saya melihat akan ada perubahan besar bagi Aceh, bukan hanya sebatas untuk Bireuen saja.

Tu Sop yang saat ini lebih kenal dikenal sebagai pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb yang sering mengisi pengajian seperti baru-baru ini beliau menjadi pemateri di pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Banda Aceh.

Sejatinya beliau juga tokoh yang peduli terhadap perekonomian. Di bawah bendera Yadara (Yayasan Dayah Bersaudara) Tu Sop menjadi penggerak utama di yayasan tersebut. Yayasan yang dideklerasikan pada tahun 2006 tersebut, salah satu mempunyai usaha air mineral yang dilabeli dengan nama Ie Yadara yang sebagian besar dipasarkan di kabupaten  Bireuen.

Walaupun Tu Sop bukanlah tokoh pertama dari kalangan intelektual agama yang terjun ke dunia politik, sebelumnya tahun 2012 Abu Lam Pisang (Tgk Ahmad Tajuddin) juga meramaikan bursa perebutan Aceh satu. 

Namun demikian kehadiran Tu Sop di kancah perpolitikan Aceh diharapkan bisa menggugah minat para tokoh intelektual agama di Aceh lainnya agar mahu mengambil resiko terjun ke dunia politik praktis demi mewujudkan perubahan bagi Aceh.

Selain itu kehadiran Tu Sop juga diharapkan bisa mengubah pola pikir para intelektual agama di Aceh. Dimana pengetahuan umum dan belajar bahasa asing terutama bahasa internasional seperti bahasa Inggris, Mandarin dan bahasa lainnya juga menjadi bahan ajar di dunia dayah dibarengi dengan belajar ilmu agama.

Karena Dayah dengan kekuatan yang dimilikinya, saya yakin akan mampu mengubah kondisi Aceh jika para intelektualnya tidak lagi mengekang diri atas nama menjaga martabat untuk ikut membenahi Aceh dengan terjun ke dunia politik.

Namun jika kehadiran Tu Sop hanya sendiri tanpa adanya dukungan dari tokoh intelektual agama lainnya, itu tiada berguna sedikitpun bagi Aceh. Ibarat menabur garam di lautan.

Jika Tu Sop hadir di kancah politik untuk memperbaiki semua yang bisa diperbaiki, tanpa menunggu bisa memperbaiki semua. Maka melakukan itu, Tu Sop harus bisa mengajak para tokoh intelektual agama lain untuk terjun bersama-sama agar dunia politik bisa menjadi sebuah kekuatan yang memperkuat misi-misi Islam.

Kesanggupan Tu Sop yang menyatakankan diri siap menjadi bakal calon Bupati Bireuen pun diharapkan beliau juga siap dan sanggup mengajak tokoh lain merebut kursi kepemimpinan baik itu  Aceh satu maupun kepemimpinan di tiap kabupaten/kota yang ada di Aceh. Saya rasa, langkah ini akan didukung oleh masyarakat Aceh.

Karena tindakan tersebut benar-benar bisa mengubah Aceh. Kekuatan berjamaah akan lebih bermanfaat dibandingkan seorang diri Tu Sop saja. Ini bukanlah seperti menabur garam di lautan melainkan menyalakan lilin di tengah kegelapan. Wallahu ‘alam...[]
*Muhajir, aktif di ASHaF (Alumni Sekolah Hamzah Fansuri)

Dikutip dari portalsatu.com. Link: http://portalsatu.com/berita/tu-sop-dan-warna-perpolitikan-aceh-ke-depan-11530


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments System

Disqus Shortname

Diberdayakan oleh Blogger.