Selasa, 23 Agustus 2016

Politik dan Urgensi Sentuhan Ulama



Tusop.com | Menjelang tahun politik 2017, isu soal keikutsertaan kaum alim ulama dalam dunia perpolitikan kembali menggelinding, terutama di media sosial. Beragam tanggapan dan opini pun muncul menanggapi isu klasik ini. Sebagian orang berpendapat bahwa seyogyanya ulama mengambil posisi dalam politik untuk mewarnai dunia perpolitikan dan kekuasaan. Sementara sebagian orang yang lain berargumen bahwa ranah ideal ulama adalah dakwah dan mendidik umat. Dan berpolitik dianggal suatu hal yang tabu bagi kaum ulama.

Namun benarkah ulama tidak boleh berpolitik? Menjawab pertanyaan ini ada beberapa poin yang harus diluruskan. Pertama, politik adalah rahim tempat lahirnya penguasa yang kemudian menjelma sebagai pembuat, pengambil dan perumus kebijakan. Kebijakan-kebijakan politis-kekuasaan yang dirumuskan oleh sebuah rezim kekuasaan sejatinya adalah perencanaan terhadap masa depan bangsa dan umat secara menyeluruh dan berpengaruh untuk jangka panjang, tidak hanya 5 tahun. Oleh karenanya, dunia politik butuh sentuhan-sentuhan para orang-orang bijak dan takut pada Allah, karena jika tidak politik akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang mengarahkan bangsa serta umat dalam kehancuran dunia dan akhirat. Dalam hal ini, sentuhan kaum alim ulama menjadi solusi untuk menata perpolitikan dan kekuasaan menjadi lebih baik.

Kedua, tidak bisa dinafikan, bahwa kesemerautan bangsa dan umat kita hari ini ikut dipengaruhi oleh minimnya pengaruh pemimpin dan penguasa dalam mempengaruhi, menata dan mengarahkan umat secara sistematis melalui kebijakan-kebijakan mengikat yang memiliki kekuatan hukum. Padahal kita akui, bahwa jika seorang penguasa memiliki orientasi untuk menyelamatkan umat dunia akhirat, dengan mudah bisa dilakukan secara sistematis dan terencana. Dan dalam hal ini, kehadiran orang-orang yang berorientasi untuk itu sangat dibutuhkan dan disini peran ulama mutlak dibutuhkan.
Ketiga, pola pikir yang salah tentang politik sudah mengkristal dalam masyarakat Aceh. Propaganda untuk memisahkan nilai-nilai agama dalam politik sudah begitu mengakar. Sehingga tak pelak, politik kian jauh dari nilai-nilai moral dan etika. Dan tentu saja, pemisahan agama dari politik adalah malapetaka besar bagi agama dan bangsa itu sendiri.

Dalam konteks ke-Acehan, pemisahan agama dan politik adalah hasil provokasi Snoch Hurgronje untuk melemahkan kekuasaan saat itu. Pemikiran ini lahir karena menurut mereka, kerajaan Aceh sulit ditaklukkan saat karena pengaruh agama yang sangat kuat dalam kekuasaan. Dan selanjutnya, sebagian orang termakan dengan pemikiran ini. Semoga kita tidak termasuk salah satu orang yang terpengaruhi oleh provokasi Snouc Hugronje.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments System

Disqus Shortname

Diberdayakan oleh Blogger.