“Bagi saya, mendorong perubahan
yang lebih baik bagi masyarakat Bireuen adalah sebuah panggilan nurani,
walaupun harus mundur dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), meninggalkan semua
kenyamanan dan pendapatan yang jauh lebih besar saya peroleh sebagai seorang
dokter spesialis adalah konsekuensi yang tidak seberapa bila dibandingkan
dengan peluang perubahan yang insya Allah mampu saya lakukan jika berada dalam
sistem “
*Purnama Setia Budi*
Dokter
Yang Profesional dan Idealis
Tusop.com | Sebagai seorang dokter, dr. Purnama Setia Budi, Sp OG sedikit berbeda
dari kesan dokter pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari kesehariannya, baik
selama menjalani profesinya selaku dokter, maupun saat bersosialisasi dengan
beragam aktifitasyang ditekuninya. Kesan tersebut tersirat dari sejumlah
pengakuan para sahabat dan pasien yang pernah berhubungan dengan beliau. Selain
dianggap ramah dan profesional, dr. Purnama juga dinilai sangat peduli dengan
masalah-masalah sosial dan isu-isu kesehatan dan tata pemerintahan.
Selama
menjalankan tugasnya di Bireuen, dr. Purnama kerap terlibatdalam beragam
kegiatan sosial seperti kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gratis
bagi warga tidak mampu, sunatan gratis bagi anak yatim dan kurang mampu,
mendukung aktifitas para relawankemanusiaan dan taman baca anak, sampai mengisi
sejumlah acara sosialisasi kesehatan bagi para ibu-ibu. Hal ini tidak saja
ditekuni selama beliau menjadi dokter, bahkan saat menyandang status sebagai
mahasiswa kedokteran pun dr Purnama telah dikenal sebagai sosok aktivis yang
begitu peduli dengan isu-isu kesehatan dan kemanusiaan.
Kepedulian
terhadap persoalan dan nilai-nilai kemanusian membuatnya dekat dan sering
mengisi ruang-ruang diskusi bersama para aktivis sosial. Hal ini yang kemudian
menguatkan tekatnya untuk masuk ke dalam sistem, untuk terlibat langsung
merubah sistem birokrasi dan program sehingga pembangunan di Bireuen dapat
lebih berpihak pada orang-orang kurang mampu dan terpinggirkan dari
pembangunan.
Pilihan
ini tentu tidak mudah, di satu sisi ada desakan nurani untuk terjun langsung ke
dalam sistem guna mendorong perubahan yang lebih baik, tapi disisi lainnya
harus berkorban dengan meninggalkan semua kenyamanan yang telah dinikmatinya
sebagai seorang dokter. Pilihan-pilihan ini tentu menyulitkan bagi orang lain,
akan tetapi berbeda bagi dr. Purnama.
“Bagi
saya, mendorong perubahan yang lebih baik bagi masyarakat Bireuen adalah sebuah
panggilan nurani, walaupun harus mundur dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), meninggalkan
semua kenyamanan dan pendapatan yang jauh lebih besar saya peroleh sebagai
seorang dokter spesialis adalah konsekuensi yang tidak seberapa bila
dibandingkan dengan peluang perubahan yang mampu dilakukannya jika berada dalam
sistem, “ ujar dr Pur kepada redaksi Arus Kebaikan via Whatsapp,
Senin, (6/2/2017).
Keyakinan
tersebut semakin tumbuh dan kuat ketika beliau bertemu dengan sosok karismatik Tgk.
H.M Yusuf Abdul Wahab (Ayahanda Tu Sop), kesamaan pandangan politik dan visi
pembangunan yang beliau temukan pada ayahanda Tu Sop makin memperteguh tekat
dan keyakinannya untuk terjun ke politik. Alhasil, Tu Sop dan dr Pur merupakan
sebuah kombinasi yang langka ditemukan pada pemimpin-pemimpin yang telah ada
selama ini
“Bagi
saya, sosok ayahanda Tu Sop bukan sekedar seorang Ulama, ayahanda Tu Sop adalah
perpaduan antara intelektual dan ulama, “ kata dr Purnama.
*Anak
Mantan Anggota DPRK Aceh Utara*
Lahir
di Gampông Jawa Lama, Lhokseumawe pada 5 Maret 1978, sebagai anak bungsu dari enam
bersaudara yang berasal dari pasangan sederhana. Bapak saya Alm. M Nurdin, kelahiran
desa geudong geudong, Kota Juang, adalah seorang mantan prajurit RPKAD (Resimen
Para Komando Angkatan Darat), kesatuan elit yang sekarang disebut Kopassus.
“Sedangkan
ibu saya Alm. Maimunah Ibrahim, kelahiran Peudada, adalah seorang guru di
Sekolah Menengah Atas, dan sempat pula menjadi anggota DPRK Aceh Utara dua
periode (1994-2004) mewakili DAPIL Peudada saat Bireuen masih bersama kabupaten
Aceh Utara. Dari kedua orang tua, saya memperoleh didikan ilmu-ilmu agama dan kedisiplinan
yang kuat, sehingga membuat saya berhasil menyelesaikan pendidikan dokter dan menjadi
pelayan masyarakat di bidang kesehatan sampai saat ini, “ ujar dr Pur.
dr
Pur mengatakan, ia merasa cukup beruntung mendapatkan pendidikan yang cukup
sejak masa kecil, dikarenakan memiliki orang tua yang sangat memperhatikan
pendidikan. Dimulai dari pendidikan dasar di SD Negeri 2 Lhokseumawe,
dilanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Lhokseumawe dan kemudian SMA Negeri 1
Lhokseumawe.
“Praktis
masa kecil saya lalui di kota yang terkenal dengan julukan “Petrodollar” ini,
yang saat itu merupakan ibukota bersama kabupaten Bireuen dan Aceh Utara
sebelum dimekarkan. Tak berbeda jauh dari anak-anak lain, dimasanya saya juga
aktif terlibat dalam kepanduan Pramuka dan aktif terlibat dalam Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai ketua.
dr
Pur mengatakan, ia bersyukur Alhamdulillah karena setamat dari SMA ia mendapatkan
undangan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (FK-USU) Medan.
“Selama
perkuliahan pula saya melibatkan diri aktif di sejumlah organisasi, diantaranya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FK-USU, PEMA USU,
ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia), KMPAN ( Komite Mahasiswa
Pemuda Aceh Nusantara), IPTR (Ikatan Pemuda Tanah Rencong) dan juga Sekjend di
Kelompok Aspirasi Mahasiswa FK-USU. Selama pendidikan di medan saya tinggal di
Asrama mahasiswa Aceh dan pesantren Miftahussalam di bawah pimpinan Abu
Syihabuddin Syah atau yang sering dikenal dengan Abu keumala. Dan selesai pendidikan
kedokteran pada 2004, saya pun memilih pulang mengabdi di kabupaten Bireuen, kampung
halaman saya, “ ujar dr Pur bercerita.
Memulai kehidupan di Bireuen, selain menjadi dokter di RSUD dr. Fauziah, dr Pur juga
pernah menjadi pengurus KNPI Kabupaten Bireuen pada (2007-2010), dan ikut
terlibat dalam
team relawan kemanusiaan bencana tsunami pada 2004 lalu.
team relawan kemanusiaan bencana tsunami pada 2004 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar